Senyum di balik
Tirai
Pagi hari
yang menyegarkan yang belum tercemar oleh polusi, Aku menghirup udara hingga
merasuk sukma. Daun yang berguguran meninggalkan rantingnya dengan embun pagi
yang sejuk mengitari tubuh ku.
Jam
berjalan seiring dengan detiknya, dan begitu juga dengan kita yang berjalan
sesuai dengan bumi yang berputar pada porosnya. Dia, dia yang begitu aku kenal
dengan baik dan bersikap acuh tak acuh kepadaku. Sifat yang acuh tak acuh itu
membuat sejuta rahasia bagiku, membuat sejuta pertanyaan yang ingin ku ketahui
tentang nya.
Suatu
ketika Dia memperhatikan ku dari kejauhan, Aku pun mengetahui hal itu tapi aku
tidak mau mempunyai rasa percaya diri itu, hingga aku pun menghilangkan rasa
itu. Entah apa yang aku rasakan sejak awal masuk kelas itu. Awal aku
mengenalnya, aku melihat nya yang berbeda. Dia yang berbeda dari anak lain, Dia
menjadi sosok yang pendiam yang kurang begitu care ke sesama teman kelas. Seiring berjalan nya waktu pun, dia
menjadi sesosok yang riang, dan pintar dari teman laki-laki di sekolah.
Suatu ketika..
“Hai”, sapa ku
“Iya? Ada apa?”,
jawabnya singkat
“Nggak papa, Cuma
pingin kenal aja. Nama kamu siapa?”
“Namaku Rayan”,
sambil tersenyum kepadaku
“Oh, namaku Kanaya.
Salam kenal ya”, dengan membalas senyumnya
Dengan waktu yang
singkat itu, aku pun merasa nyaman dengan nya. Entah apa yang Aku rasakan waktu
yang sesingkat itu.
***********
“Kriiiiing....kriing...”
Jam yang
menandakan istirahat aku yang berjalan bersama teman-teman ku menuju ke kantin
sekolah melewati taman kecil di sekolah.
“Mau beli apa Nay
?”, tanya Sarah
“Gak tau mau beli
apa, kamu sendiri mau beli apa? “
“Aku mau beli Es
Krim dulu ya Nay”, sahut Nuri
“Oke aku tunggu
disini ya”, ucap ku. Dengan tanpa sadar aku melihat ke arah taman, aku melihat
sosok pria yang sedang duduk termenung dan melamun. Aku pun dengan tidak sadar
meninggalkan teman-teman ku di kantin, berjalan menuju ke arahnya dan
menyapanya.
“Hai.. boleh aku
duduk disini?”, tanya ku kepadanya dengan tersenyum
“Mmm, silahkan”,
dengan menjawab dan membalas senyuman dariku
“Mmm, kamu sedang
ngapain ada disini sendiri? galau yaaa? “ , tanya ku sambil bergurau
“Gak ngapa-ngapain
sih, lagi pingin sendiri aja, kenapa memang nya?“, jawabnya sambil melihat awan
di atas langit
“Yaa enggak sih,
Cuma aku lihat kamu kok kayaknya ada masalah gitu? Ya bukan nya aku sotoy sih,
Cuma aku kan care sama semua temam-teman ku. Jadinya aku pingin tau kamu kenapa
“
“ Kepo yaa
hayooo”, jawabnya gurau
“Hahaha bisa aja
kamu, ya enggak lah. Kenapa sih dengan kamu? ada masalahkah di rumah atau sama
teman-teman? “, tanyaku
“Eh, lihat itu ada
kupu-kupu di bunga matahari itu. Lihat deh cantik loh kupu-kupunya”, dengan
memalingkan sebuah pembicaraan dan seakan menjauhkan ku dari pertanyaan ku.
“Aaaah masih
cantikan aku daripada kupu-kupu itu”
“Haduh, PD banget
sih kamu haha. Ya memang kamu cantik, kan kamu perempuan?”
“Hahaha iya lah
aku perempuan, masak aku perempuan jadi-jadian?”
“Hahaha aku gak
ngomong loh ya, kamu sendiri yang sadar”
“Tuh kan jahat
haha”
Dengan perbincangan yang singkat
itu, hari itu telah berganti dengan hari esok. Hari dimana Rayan tidak masuk
sekolah. Aku pun bertanya-tanya dalam hati mengapa dia tidak masuk kelas? Apa
dia sakit? Atau mungkin ada acara mendadak di keluarganya. Dengan rasa
penasaran yang sangat tinggi, aku bertanya ke teman terdekat nya mengapa Rayan
tidak masuk sekolah hari ini, tetapi semua teman terdekatnya tidak tahu dengan
keadaan Rayan saat ini. Sambil mencari tau keadaan dari Rayan, aku melihat HP
dengan melihat kontak BBM dari Rayan. Dengan pemberitahuan 12 menit yang lalu,
Rayan mengganti statusnya dengan “brokenhome!”
. langsung aku chat personal dengan dia.
Dalam personal
chat aku bertanya, “Kenapa gak masuk
sekolah?”
“Aku gak enak badan, suratnya besok
menyusul”
“Oh, Get well soon ya J. Jangan
lupa besok suratnya dibawa, oh iya kenapa dengan status kamu?”
“Oh itu ta? Gapapa kok”
“kamu brokenhome? Ada masalah apa di
rumah? Cerita aja gak papa kok, mungkin aku bisa kasih tau solusinya apa ke
kamu”
“Kepo atau care hayoo? Haha, sudahlah aku
gak papa, sudah sana sekolah, belajar yang pinter yaJ”
“Mmm yasudalah kalau memang nggak mau
cerita, memang kan nggak semua masalah harus diceritakan. Yang sabar ya, jangan
lupa makan sama istirahat yang teratur biar cepet sembuh.”
“Iya terima kasih.”
“Sama-sama kawanJ”
Setelah melakukan personal chat
dengan Rayan, aku merasa banyak sejuta rahasia dalam dirinya. Entah mengapa aku
merasa ingin tahu semua yang ada dalam dirinya, atau itu yang disebut CINTA? Aah,
kata yang terbesit dalam pikiran ku segera aku hapus, tidak mungkin cinta
datang secepat kilat tanpa disadari. Pelajaran hingga kalut, tidak tahu apa
yang ingin di pelajari, apa yang di dengar oleh menyampaian guru pun. Seakan
fokus dalam diri hilang di hari ini, sejuta kekhawatiran diriku kepada Rayan.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya.
Melihat ke kanan atas, jam sudah
menunjukkan pukul 14.30, dengan lamunan ku seharian membuatku lupa untuk makan
dan mengerjakan tugas dari guru. Pergantian jam mata pelajaran pun sudah
dimulai, yakni mata pelajaran oleh wali kelas sendiri. Bu Widya memasuki kelas,
tak lama memasuki kelas, terdapat seorang guru dari ruang Tata Usaha mendatangi
kelas dan mmanggil Bu Widya.
“Bu maaf
mengganggu pelajaran, ada telfon dari orang tua siswa kelas XI-IPA1 “
“Oh iya Pak,
terima kasih ya. Anak-anak tolong dibaca tentang Sistem Gerak bab 3 ya. Kalau
kalian tidak paham, silahkan di garis bawahi dulu baru tanyakan ke saya”, Ucap
Bu Widya
“Iya bu!!”, seruan
anak sekelas
Beberapa menit
kemudian, Bu Widya kembali ke kelas dengan raut wajah yang sedih,
“Ibu kenapa? “,
tanya salah satu anak
“Anak-anak ada
berita yang tidak bagus”, ucapnya singkat
“Loh ada apa Bu?,
ayo ceritakan saja”
“Jadi tadi ada
orang tua wali murid dari Rayan, kalau Rayan baru saja kecelakaan”
“Haa? Beneran bu?
Tadi masih chat BBM sama saya kok”, kaget ku
‘“Ya kan itu tadi,
tapi takdir Tuhan mana tau?”,jawab Bu Widya
“Memang ada masalah apa bu kok sampai Rayan
kecelakaan?”, tanya ku
“Kamu kenapa sih
Nay, kok kayaknya khawatir gitu ke Rayan”, tanya Nuri heran kepadaku
“Iya Nay, kamu
suka sama Rayan?”, tanya Bu Widya
“E enggak kok bu,
Cuma kan teman harus saling khawatir dengan keadaan teman nya sendiri”, Ngelesku
“Yasudah nanti
pulang sekolah ini saya mau ke rumah Rayan, ada yang mau ikut dengan saya?”
“Saya ikut Bu”.
Jawab ku cepat
Sesudah sampainya di rumah Rayan,
Kami pun bertemu dengan Ibu dari Rayan, dengan senduh tangis yang menggelimang
membasahi pipinya. Ibu Rayan pun mempersilahkan kami untuk memasuki rumahnya.
“Assalammualaikum”,
seru kami mengetuk pintu
“Waalaikumsalam,
silahkan masuk”, jawab ibu Rayan, sambil mempersilahkan kami duduk di ruang
tamu dan menyuruh pembantunya untuk membuatkan secangkir teh hangat sebagai
hidangan.
“Jadi gini, kenapa
kok bisa Rayan kecelakaan ? memang ada masalah kah di rumah?” tanya Bu Widya
“Ya sebenarnya
saya sama Ayah Rayan berpisah, dan Rayan mengetahui kalau saya sebenarnya hanya
Ibu Tirinya bukan Ibu kandung nya. Karna pada saat itu Rayan masih kecil
dibuang oleh Ibu nya, tetapi Ayahnya mencari Rayan dan akhirnya menemukan
Rayan. Dan waktu saya menikah dengan Ayahnya Rayan, saya sudah mengakui bahwa
Rayan adalah anak kandung saya.”
“Jadi, Rayan bukan
anak kandung Ibu? Terus gimana dengan Rayan?”, tannyaku
“Awalnya Rayan
menerima kenyataan pahit ini, dan akhir-akhir ini Ayah Rayan sering kali
menyakiti saya dan memukuli saya hingga saya meninggalkan rumah dan Rayan.
Rayan pun membela saya dan memberontak Ayahnya, tetapi malah Rayan yang terkena
celaan dari Ayahnya”, jawab Ibu Rayan dengan menangis
“Terus kenapa
Rayan bisa kecelakaan Bu?”, tanya Bu Widya
“Dari semalam
Rayan pergi ke rumah saya dengan keadaan hujan-hujan, hingga dia demam. Maka
dari itu dia tadi tidak saya perbolehkan masuk ke sekolah. Dan tadi Ayah Rayan
datang kerumah saya untuk menjemput Rayan, tapi anaknya tidak mau untuk pulang
bersama Ayahnya. Mangkanya dia langsung pergi dengan motornya yang sangat
cepat, entah kemana dia pergi. Daritadi saya mengkhawatirkan Rayan, karna dia
ngebut sekali dengan kendaraannya”, jawab Ibu Rayan. Aku pun sejenak terdiam
dan akupun mulai menemukan jawabannya, mengapa akhir-akhir ini dia sering
melamun di Taman
“Oh jadi seperti
itu, sekarang kondisi Rayan bagaimana?”, tanya Bu Widya
“Dia berada di rumah sakit sekarang dan saya masih
belum tau dengan keadaan Rayan saat ini, maka dari itu saya mau kesana. Oh iya,
disini ada yang bernama Kanaya tidak?”, tanya Ibu Rayan
“Saya Bu,
memangnya ada apa?”, sahut ku dengan kaget
“Boleh ikut saya
sebentar, ada yang mau saya bicarakan dengan kamu Nak”, ujar Ibu Rayan
Aku pun berjalan sambil di tuntun
arah oleh Ibu Rayan, dan itu pun tidak mengetahui apa yang hendak disampaikan
oleh Ibu Rayan kepadaku, dan pada akhirnya Ibu Rayan pun mempersilhkan masuk
kedalam suatu kamar tidur yaitu kamar tidur Rayan.
“Ada apa Ibu
mengajak saya disini? Apa yang mau Ibu sampaikan?”, tanya ku dengan heran
“Kanaya, Rayan
sebenarnya sangat mengagumi kamu di dalam sekolah. Dia sangat senang bisa
berkenalan dengan kamu. Di mata dia, kamu adalah wanita yang periang dan
pintar. Kamu pandai mendapatkan hati semua orang untuk menjadi teman kamu”
“Apa? Ibu tau
darimana?”, sempat ku tak mempercainya, dengan muka datar yang tidak mengetahui
apa-apa
“Aku melihat dari
cara senang nya dia pulang sekolah, dan membaca dari buku diary nya dia. Apa
kamu ingin membacanya? Ini untuk kamu?”
Dengan membaca isi dari diary nya,
aku pun tertegun dan tidak mempercainya. Dengan lembaran pertama dengan kesan
penuh first love dan masih banyak lagi lembaran-lembaran dalam diary itu. Penuh
dengan suka cita, pertengkaran antara orang tua Rayan dan hingga masa-masa
perjalanan hidupnya.
“Ayo Nay kita ke
rumah sakit jenguk Rayan, katanya Rayan lagi kritis di rumah sakit”, ucap Nuri
dengan tergesa-gesa
“Haa? Oh ya, ayo.
Ibu Rayan dimana?”, ucapku
“Itu lagi ngangkat
telfon dari rumah sakit”, sahut Nuri
Sesampainya kita berada di rumah
sakit, sambil menatap Rayan di depan kamar jendela, Ibu Rayan pun menangis tersedu-sedu.
Dan menatap Rayan dari kejauhan pun entah mengapa perasaan khawatir berubah
menjadi perasaan takut kehilangan dan hancur berkeping-keping melihat Rayan
terbaring lemah di atas kasur yang di bantu oleh beberapa alat rumah sakit yang
mengerikan seperti nafas buatan dari
oksigen tabung dan masih banyak lagi alat bantu yang berada dalam tubuh Rayan.
Sambil membawa buku diary Rayan, Aku dan Ibu Rayan pun memasuki ruangan ICU.
“Rayaaaaaaaaannnn
bertahan Nak”, suara Ibu Rayan yang berada dalam samping Rayan sambil memegang
tangan Rayan dengan erat. Air mataku pun jatuh melihat Rayan dengan dekat
“Rayan berjuang
ya, lawan rasa sakit itu! Jangan pernah merasa lelah, ayo Rayan kuat”, bisik ku
di telinga Rayan
“Ibu tenang ya,
jangan malah teriak di ruangan ini. Justru Rayan harus diajak untuk ngomong
agar dapat berinteraksi. Beri dia motivasi karena dengan begitu akan
membalikkan kondisi Rayan”, ujar Dokter yang sedang menasehati
“Rayan kamu ingat
tidak pas kita pertama kali kenalan? Aku yang tanpa malu nya mengajak kamu
untuk berkenalan? Terus kamu inget waktu kemarin lusa kita bercanda bareng di
taman sekolah? Kita melihat kupu-kupu yang indah? Kamu masih ingat?”, tanya ku
sambil memegang tangan Rayan.
“Oh iya Rayan, aku
sudah membaca semua tulisan kamu di buku diary ini. Buku diary adalah teman
curhat kamu selama ini. Dan aku mulai tahu dari buku ini bahwa kamu menuliskan
tentang aku. Dan semua perjalanan kamu, kamu tuliskan di buku diary ini.
Ternyata kamu adalah sosok laki-laki yang kuat dan penuh dengan rahasia. Hmm
sempat aku kepo dengan hidup kamu, tapi dengan adanya buku diary ini aku telah
menemukan sebuah jati diri kamu, bahwa sebenarnya kamu tidak kuat dengan
kenyataan pahit di dunia ini. Tapi, kamu bersikap tegar dengan kondisi kamu
yang seperti ini. Aku salut sama kamu. Mangkanya ayo sadar biar kita bisa main
lagi di taman”, ucap ku sambil menangis untuk memberi semangat kepadanya.
Seketika aku mengoceh, tiba-tiba tangan Rayan pun bergerak sebagai tanda dia
telah mendengarkan apa yang aku bicarakan. Seketika aku mengoceh, tiba-tiba
tangan Rayan pun bergerak sebagai tanda dia telah mendengarkan apa yang aku
bicarakan.
“Tante tangan Rayan
bergerak!”, ucap Nuri dengan penuh gembira
“Dokter tangan
anak saya bergerak. Coba di periksa lagi, mungkin anak saya mau sadarkan diri”,
tanya Ibu Rayan dengan penuh harapan. Dokter pun kembali memeriksa keadaan
Rayan.
“Maaf Ibu, itu
hanya refleksi pasien yang koma. Dan masih belum ada reaksi apa-apa dari
kondisi Rayan. Tolong dibantu dengan do’a juga”, sahut Dokter
Dengan melihat Rayan dan kembali
untuk mengajak dia berinteraksi, tetapi alat yang disebelah Rayan yang dapat
mendeteksi detak jantung seorang pasien pun berjalan dengan lurus dan bunyi
yang terdapat dalam alat itu pun mendenging di telinga. Aku, Nuri, Ibu Rayan,
dan Bu Widya pun melihat ke arah alat itu dan tercengang. Dan pada saat itu
juga kami pun tidak mempercainya dengan kejadian baru saja ini.
“Dokter, apa
maksud dari alat itu?”
“Sebentar Ibu,
saya periksa kembali”, ujar Dokter yang nampak kaget dan berusaha untuk
menyelamatkan nyawa Rayan.
“Tolong Dokter,
selamatkan nyawa anak saya. Tolong Dok, saya minta tolong Dok”, ucap Ibu Rayan
yang tercampuri oleh tangisan dan penuh rasa takut kehilangan Rayan. Dengan
melihat raut wajah Dokter yang penuh dengan kecewa, kami pun merasa semakin
takut
“Maaf Ibu, nyawa
Rayan tidak bisa saya selamatkan. Ini semua sudah menjadi takdir yang Maha
Kuasa”
“Nggak mungkin
Dok, Dokter bohong kan sama saya? Rayaaaaaaaannnn”, jawab Ibu Rayan sambil
tidak dapat menghadapi kenyataan pahit itu
“Rayaaaann!! Ayo
banguuuuun. Rayaaaan, kamu jahat sudah ninggalin Aku!!. Dibuku ini kamu bilang
bahwa kamu sayang sama Aku. Tapi kenapa kamu tinggalin Aku? Tolong Rayan buka
mata kamu, Aku sayang sama kamu Rayan!!”, teriak ku hingga menangis
Pemakaman Rayan pun segera dilaksanakan,
dan Aku pun menyadari bahwa refleksi dari tangan Rayan pun menandakan bahwa
Rayan akan meninggalkan kita semua. Dengan semua masalah yang Dia hadapi, Dia
pun masih bertahan dan berdiam diri. Dan Aku pun menyadari bahwa dibalik
kediaman dan kesenangan Dia itu hanya pura-pura. Berpura-pura menjadi seorang
yang tidak menemukan jati diri yang sebenarnya dan berpura-pura menjadi seorang
yang kuat. Karena dibalik berpura-pura itu tersimpan banyak sejuta tangis yang
ada di dalam diri Rayan sebenarnya.
Karya : Rahma Nur
Layla Sari,